Inginkan Karyawan yang Extra Miles? Budaya Terima Kasih menjadi Salah Satu Pencetusnya
Ruth Berliana/ Partner in Management and Technology Services, Vibiz Consulting
=====================================================================================================================
Tidak dapat dipungkiri bahwa berbagai generasi memiliki karakternya sendiri-sendiri. Hal ini sudah sering mendapat pembahasan di Business Lounge Journal. Namun ada 2 hal yang ingin saya bagikan mengingat betapa berbedanya karakter yang dimiliki oleh generasi Y dan Z yang sekarang ini telah mengambil porsi yang jauh lebih besar dari jumlah karyawan yang ada, maka ada 2 kebudayaan yang sangat penting untuk terus dipertahankan. Atau bahkan bila hal ini telah memudar, maka sangat urgent untuk menghidupkannya lagi. Sebab kedua hal ini adalah sesuatu yang praktikal dan ada banyak sekali kesempatan untuk melakukannya.
Budaya mengucapkan terima kasih
Mengutip apa yang dikatakan Vicki Hess, seorang mantan perawat yang kini menjadi konsultan untuk membangun environment pada lembaga kesehatan, “Academic research shows that gratitude reduces feelings of depression and stress.” Penelitian psikologis menunjukkan bahwa karyawan yang menerima lebih banyak rasa terima kasih dan merasa lebih dihargai akan menjadi anggota organisasi yang baik yang mau melakukan melebihi job description-nya, serta lebih helpful dan supportive kepada rekan kerjanya.
Saya rasa ada ‘berjuta’ kesempatan untuk mengucapkan terima kasih. Bahkan bagi mereka yang tinggal seorang diri pun, selalu ada kesempatan untuk mengucapkan kata ini. Sebab selama kita masih tinggal di masyarakat, maka kita akan berjumpa dengan orang lain. Berterima kasih kepada security yang membukakan pintu, kepada cleaning service yang standby saat Anda keluar dari toilet, berterima kasih kepada teman yang mau menunggu, dan ada banyak lagi hal-hal sederhana yang dapat menjadi alasan bagi Anda untuk berterima kasih kepada orang lain.
Saya rasa Anda juga memiliki banyak pengalaman ketika orang lain berterima kasih pada Anda dan Anda merasa bahwa apa yang Anda lakukan bukanlah hal yang sedemikian besar untuk mendapatkan kata terima kasih.
Saya pernah menumpang sebuah bis shuttle, satu orang penumpang turun dan mengucapkan terima kasih kepada sang supir, maka itu mempengaruhi seluruh penumpang selanjutnya, yang kemudian ikut mengucapkan terima kasih. Hal ini sangat menular. Kedengarannya memang sederhana, tetapi akan membentuk sebuah pribadi yang menghargai orang lain. Bayangkan jika dalam satu tim, semua dapat saling menghargai. Apalagi jika ini menjadi sebuah budaya pada tempat Anda bekerja, akan sangat senang bekerja dengan atmosfir yang demikian.
Apalagi jika Anda adalah seorang pemimpin, Anda adalah orang pertama yang bertanggung jawab untuk menciptakan budaya mengucapkan terima kasih ini dan Anda jugalah orang yang akan paling dicintai oleh karena penghargaan ‘sederhana’ yang Anda berikan. Saya mengenal seseorang yang mengundurkan diri sebagai bentuk tanggung jawab atas sebuah kesalahan yang dilakukannya. Ketika ia berhadapan dengan si pemilik usaha pada hari terakhir, maka si pemilik usaha menjabat tangannya erat sambil setengah membungkuk sambil mengatakan terima kasih untuk kontribusi selama ini. Peristiwa ini sangat membekas pada orang ini dan menjadi sebuah teladan baginya untuk dapat menghargai orang lain.
Saya juga memiliki pengalaman ketika melakukan review atas apa yang dituliskan mereka yang resign pada exit interview form mereka, bagaimana alasan yang banyak dituliskan adalah minimnya penghargan yang mereka terima.