Pro Work-life Balance

By: | Tags: | Comments: 0 | April 23rd, 2018

Ruth R Berliana, CHRP, Partner of Management & Technology Services
=====================================================================================================================
Memutuskan tidak masuk pada hari Senin dan Jumat sering kali menjadi pilihan yang menarik bagi para karyawan setelah menjalani kesibukan pada weekend. Benarkan? Ya, sepertinya ini sudah sering menjadi rahasia umum. Bahkan hal ini terefleksi juga dalam sebuah survei yang diadakan sebuah konsultan HR Amerika yang ditujukan pada 1000 karyawan di Amerika yang berusia 18 tahun ke atas, termasuk 300 orang lebih di antaranya adalah HR Manager. Sebagai hasil, 72% dari HR manager berpikir bahwa hari Senin setelah pertandingan tahunan Super Bowl yang jatuh pada akhir minggu, seharusnya menjadi hari libur. Kejuaraan sepak bola Amerika ini memang sangat digandrungi oleh banyak orang di Negara Paman Sam dan seandainya keputusan ini diambil, nampaknya akan menuai banyak dukungan oleh karena 27% responden (40% berusia 18 – 34 tahun, 36% pria) mengaku sakit atau alasan sejenisnya untuk mendapatkan restu tidak hadir pada satu hari setelah kejuaraan olahraga besar seperti Super Bowl, NBA Finals, atau World Series. Sedangkan hampir sepertiga responden (32%) berterus terang akan datang terlambat (44% berusia 18 – 34 tahun, 42% pria).

Hal ini nampaknya merupakan suatu hal yang lumrah terjadi di bagian dunia mana pun dan seolah-olah sudah menjadi rahasia umum. Namun tahukah Anda, bahwa me-legal-kan hal ini secara tersirat dapat menjadi sebuah pilihan yang menunjukkan dukungan perusahaan pada karyawannya. Bukankah work-life balance telah menjadi sesuatu yang digaung-gaungkan pihak management untuk mendukung pekerjanya?

Ada sebuah emosi yang terlibat saat menonton sebuah pertandingan final berkelas dunia dan ada sebuah luapan kegembiraan saat tim yang Anda dukung menjuarainya. Hal ini dipastikan akan sangat mempengaruhi emosi Anda dalam beberapa hari ke depan dan menjadi topik pembicaraan yang hangat hingga di meja kerja Anda. Tahukah Anda bahwa kegiatan seperti menonton pertandingan dunia juga merupakan sebuah bagian dari refreshing bagi sebagian besar orang. Jika hal “sesederhana” itu dapat me-recharge atau membuat relax karyawan Anda, mengapa tidak memberikan dukungan? Apalagi jika workload tim Anda di atas rata-rata.

Memberikan “sedikit” dukungan, seperti meniadakan meeting pada hari setelah pertandingan berlangsung, memberikan kelonggaran untuk tim datang terlambat, atau mengijinkan karyawan mengambil cuti, merupakan berbagai dukungan bagi karyawan Anda. Hal ini kelihatannya merupakan sebuah hal yang sederhana, namun berdampak besar bagi banyak orang yang akan beranggapan bahwa management team yang mereka miliki adalah tim yang “asik”, yang mendukung karyawannya, dan bukan tim yang kaku. Bagi sebagian pendapat akan mengatakan “bahwa bisnis adalah bisnis” yang tidak akan ada kaitannya dengan jalannya pertandingan. Hal ini memang ada benarnya, tetapi jika Anda dapat mengambil kesempatan yang mungkin hanya satu tahun sekali bahkan dua tahun sekali ini untuk menyatakan dukungan Anda pada worklife balance, mengapa tidak? Memberikan exception bagi seseorang karyawan setelah lembur semalaman dengan mengijinkan anggota tim yang Anda tahu adalah penggila bola untuk datang terlambat, tentu saja akan memberikan dampak yang berbeda.

Tidak perlu mengeluarkan memo khusus, tidak perlu membuat pemberitahuan tertulis, cukup sebuah kelonggaran lisan yang Anda berikan, akan sangat berdampak pada kepemimpinan Anda. Sederhana bukan? Tetapi dampak yang ditimbulkan tidak akan sesederhana yang Anda bayangkan.

Leave a Reply