Perlakuan Pajak Penghasilan (PPh) Final Satu Persen

By: | Tags: | Comments: 0 | April 11th, 2018

Endah Caratri, Partner of Financial, Accounting and Tax Services
=====================================================================================================================
Sejak tanggal 1 Juli 2013 telah berlaku ketentuan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46 Tahun 2013 tentang PPh atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu, yang terbit pada tanggal 12 Juni 2013. Dalam ketentuan tersebut dikatakan bagi Wajib Pajak Orang Pribadi dan Badan yang menerima penghasilan dari usaha dengan peredaran bruto (omzet) tidak melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) dalam 1 (satu) Tahun Pajak, akan dikenai pajak dengan tarif Pajak Penghasilan (PPh) yang bersifat final sebesar 1% (satu persen).

Beberapa hal yang penting dan perlu diketahui mengenai pengenaan PPh bersifat final dengan tarif 1 persen adalah sebagai berikut :

Siapa Yang Dikenakan PPh Final Sesuai PP ini?
Pada dasarnya, semua wajib pajak—baik perorangan maupun badan (kecuali yang berbentuk Badan Usaha Tetap/BUT—dengan “peredaran bruto” yang memenuhi kriteria di bawah ini dikenakan PPh Final sesuai PP 46:
“Wajaib pajak Non-BUT yang menerima penghasilan dari usaha, tidak termasuk penghasilan dari jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas, dengan peredaran bruto tidak rnelebihi Rp 4.8 miliar dalam 1 tahun fiskal.”

Apa dan Bagaimana Caranya Menentukan Peredaran Bruto?
Seperti disebutkan dalam PP ini bahwa WP yang dikenakan PPh Final sesuai dengan PP 46/2013 ini adalah yang memiiliki “Pendapatan bruto yang tidak melebihi 4.8 miliar.”
Apa itu peredaran bruto? Dalam bahasa dagang umum sering disebut “omzet”, sedangkan dalam akuntansi disebut “pendapatan” (revenue) saja.

Bagaimana caranya menentukan besarnya “peredaran bruto” yang akan dijadikan dasar perhitungan?
Menurut PP ini, pendapatan yang dihitung sebagai dasar untuk menentukan 4.8 miliar adalah semua pendapatan termasuk pendapatan perusahaan cabang (bila ada), namun TIDAK TERMASUK pendapatan yang telah dikenakan PPh final dan pendapatan yang berupa jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas.

Misalnya:
(a) Data pendapatan (revenue) PT. AAA pada tahun fiskal 2014 nampak sebagai berikut:
Penjualan = Rp 4,775,000,000
Pendapatan Bunga Jasa Giro = Rp 30,000,000
Total = Rp 4,805,000,000
Kesimpulan: Dilihat dari totalnya, pendapatan PT. AAA sudah di atas 4.8 miliar. Namun karena yang 30 juta berupa pendapatan jasa giro dan telah dikenakan PPh final oleh pihak bank, maka peredaran bruto yang diperhitungkan hanya Rp 4,775,000,000, sehingga masuk kriteria wajib pajak yang dikenakan PPh Final dengan tarif 1 persen, sesuai dengan PP 46/2013 ini.

(b) Tahun fiskal 2014, data pendapatan PT. BBB yang berkantor pusat di Depok memiliki data pendapatan sebagai berikut:
Penjualan di Kantor Pusat = Rp 2,700,000,000
Penjualan di Cabang Daan Mogot = Rp 1,200,000,000
Penjualan di Cabang Pal Merah = Rp 1,800,000,000
Total = Rp 5,700,000,000
Kesimpulan: Total pendapatan PT BBB termasuk cabang melebihi 4.8 miliar, sehingga TIDAK memenuhi kriteria wajib pajak yang dikenakan PPh Final dengan tarif 1 persen.

(c). Tahun fiskal 2014, data pendapatan Tuan Amirudin, pemilik Minimarket UD ABC dan Toko Bangunan UD DEF, adalah sbb:
Penjualan Minimarket UD. ABC = Rp 2,100,000,000
Penjualan Toko Bangunan UD DEF = Rp 2,650,000,000
Pendapatan dari Pekerjaan Bebas = Rp 250,000,000

Total = Rp 5,000,000,000
Kesimpulan: Total pendapatan Tuan Amirudin memang melebihi 4.8 miliar dalam satu tahun fiskal. Namun karena pendapatan dari pekerjaan bebas tidak dihitung, jadinya belum melewati Rp 4.8 miliar, sehingga memenuhi kriteria untuk dikenakan PPh Final dengan tarif 1 persen.

Leave a Reply