MH 370 dan Manajemen Risiko
Alfred Pakasi, MFP, CFP, CWM, Managing Partner of Vibiz Consulting Group
=====================================================================================================================
Tidak kurang dari 10 pesawat militer, empat pesawat sipil dan 13 kapal sedang dikerahkan untuk mencari di mana pesawat yang hilang pada 8 Maret 2014 ini. Lebih dari 25 negara telah membantu untuk mencari tahu di mana persisnya pesawat tersebut pernah terbang dan lokasi hilangnya. Biaya yang dikeluarkan juga mahal sekali. Inilah pencarian termahal yang pernah ada dan masih akan terus membengkak agaknya.
Jumlah dana untuk pencarian MH 370 ini diperkirakan oleh para ahli akan menghabiskan biaya ratusan juta dollar US. Dari jumlah perkiraan sebesar US$ 44 juta belum termasuk biaya aset pertahanan yang sudah dipakai oleh negara-negara seperti Inggris, Perancis, Selandia Baru dan Korea Selatan. Juga belum termasuk biaya lainnya seperti pesawat sipil, akomodasi bagi ratusan personil dan biaya untuk para analis intelijen (sumber: Business Lounge, 9 April 2014).
Dari sudut pandang manajemen risiko agaknya menarik untuk dibahas beberapa pelajaran yang dapat dipetik untuk penanganan risiko yang lebih baik tentunya di kemudian hari pada peristiwa risiko manapun.
Risiko itu Nyata
Berita hilangnya pesawat MH370 sangat mengejutkan dunia. Ini telah memenuhi headlines media seluruh dunia, baik cetak maupun elektronik. Semua media meng-cover-nya. Bagaimana mungkin ini bisa terjadi? Di tengah peralatan canggih pesawat Boeing tersebut dan majunya teknologi radar dan satelit banyak Negara ternyata itu semua tidak cukup mumpuni untuk menemukan pesawat berbadan besar itu sampai sekarang.
Kejadian risiko itu memang nyata. Mengagetkan, mengherankan tetapi itu fakta kejadiannya. Tidak ada orang yang ingin risiko itu terjadi. Normalnya adalah demikian. Tetapi suatu kecelakaan dapat saja terjadi kapan saja dan di mana saja. Gempa bumi mengguncang tanpa permisi. Kebakaran melanda selalu secara mengejutkan. Kehilangan anggota keluarga terkasih hampir melulu merupakan berita bak petir di siang bolong. Anda siap atau tidak siap kejadian risiko dapat saja sewaktu-waktu muncul dalam kehidupan.
Fakta risiko ini membuat pentingnya suatu manajemen risiko yang baik. Itu bisa berbentuk menghindari kemungkinan risiko, mengurangi dampak risiko, atau penjagaan biaya atas risiko.
Risiko akan Berkelanjutan
Hilangnya MH370 tak pelak lagi telah memberikan image yang cenderung miring tentang pemerintah dan militer Malaysia. Dari peristiwa gagalnya pesawat untuk tiba selamat di tujuan sekarang telah berlanjut dengan risiko-risiko lainnya terutama masalah reputasi yang menghantam Malaysia. Tuduhan pemerintah dan militer yang lambat dan bahkan pembohong terus disuarakan dan itu memenuhi topik berita di seluruh dunia.
Itulah peristiwa risiko. Dia akan menyambung dari satu risiko ke risiko lainnya. Dia akan beranak pinak kepada permasalahan lainnya. Satu kali kecelakaan kendaraan bermotor, misalnya, akan menimbulkan aneka peristiwa risiko lainnya berupa biaya rumah sakit, tanggungan pihak ketiga, urusan dengan kepolisian, masalah tuntutan pihak yang merasa dirugikan, kehilangan kesempatan bekerja yang berharga, pemberitaan dan gambaran yang negatif, dll. Kisah dampak risiko ini dapat disambung terus dan mungkin berseri sampai ke sekian tahun kemudian.
Risiko bila itu terjadi, harus memerlukan suatu penanganan krisis yang baik (good crisis management). Ini masalah yang sedang dihadapi bukan hanya oleh Malaysian Airlines tetapi sampai tingkat pemerintah Malaysia sehingga tidak kurang dari sosok Perdana Menterinya yang harus terjun memimpin operasi pencarian dan memberikan penjelasan secara berkala. Itu pun diprotes dengan meninggalkan konperensi pers oleh para keluarga korban.
Risiko akan membesar dan berdampak berkesinambungan jika tidak segera diatasi dengan manajemen risiko yang professional. Mencegah risiko adalah penting, tetapi mengatasi risiko yang terjadi adalah sangat penting. Ini menyangkut kemampuan dalam menyikapi dan menangani krisis.
Risiko itu Mahal
US$ 44 juta telah keluar untuk mencari pesawat bersayap lebar tersebut. Itu belum semuanya. Belum akan berhenti sampai di situ. Suatu rekor biaya bernilai ratusan juta dollar kemungkinan besar yang akan terjadi. Berita-berita menyebutkan bahwa salah satu perusahaan firma hukum berbasis di Amerika Serikat berencana untuk menuntut MAS dan perusahaan Boeing dengan nominal fantastis yakni RM4,95 miliar atau Rp17 triliun. Padahal sebelumnya MAS telah mengumumkan di tahun 2013 kemarin, mereka merugi senilai RM1,17 miliar. Sementara di tahun 2011 dan 2012, mereka telah merugi RM2,5 miliar dan RM433 juta.
Mengerikan melihat mahalnya harga yang harus dibayar. Itu pun belum lagi menghitung dampaknya kepada, misalnya, bisnis pariwisata Malaysia yang kemungkinan terganjal oleh reputasi yang jatuh. Kita tidak tahu apakah perusahaan penerbangan MAS ini masih akan tetap berdiri nantinya. Kalau kita ingat Adam Air yang pesawatnya tenggelam di perairan Mamuju, Sulawesi Barat pada Januari 2007 yang lalu, biaya SAR-nya waktu itu sekitar Rp1,1 miliar per hari. Sedangkan untuk mengangkat black box-nya dari kedalaman laut 2000 meter pada Agustus 2007 mengeluarkan biaya US$ 3 juta lebih. Maskapai itu pun kemudian ikut amblas dengan dinyatakan bangkrut.
Kehilangan asset, bisnis,atau anggota keluarga terkasih bisa bernilai sangat mahal bagi penanggung risiko. Berapa banyak kehidupan keluarga yang berubah drastis karena peristiwa demikian? Risiko bisa dengan rakus menguras semua kekayaan kita. Masa depan akan dirampas olehnya. Maka, bertindaklah arif untuk manajemen risiko yang terstruktur dan terencana dengan baik.
Manajemen Risiko yang Lebih Baik
Peristiwa risiko yang nyata, dapat berkelanjutan, dan ternyata mahal itu membuat suatu kenyataan bahwa manajemen risiko yang lebih baik mutlak dibutuhkan siapa saja. Baik individual maupun organisasi atau perusahaan. Baik instansi pemerintah maupun swasta. Siapa saja.
Sementara itu, istilah “yang lebih baik” di sini bisa berarti persiapan yang lebih matang dan detail. Mungkin bermakna coverage yang lebih luas. Boleh jadi merupakan cara menilai yang lebih professional. Tetapi itu juga menimbulkan implikasi akan biaya atau persiapan dana yang, apa boleh buat, akan lebih besar.
Di tahap ini, banyak pihak yang kemudian berpikir dua kali. Lebih enak, sepertinya, bila anggap saja risiko itu tidak akan pernah ada, jadi tidak perlu keluar biaya atau dana. Tetapi mungkin ada baiknya juga untuk berpikir lebih banyak lagi dan menghitung kalau sampai risiko itu yang terjadi. Lebih baik menanggung manajemen risiko yang lebih mahal dari pada menanggung risiko yang nantinya tidak dapat ditanggung sangking demikian besar mahalnya.
Kecuali, kita sudah punya jalan yang mujarab, suatu perlindungan yang kuat, untuk mencegah jangan sampai risiko buruk itu terjadi.